Politik    Sosial    Budaya    Ekonomi    Wisata    Hiburan    Sepakbola    Kuliner    Film   
Home » » Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah

Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah

Posted by SKB Bireuen on Sabtu, 14 Mei 2016

Kalau kita melihat mengapa anak putus sekolah tentunya tidak akan terlepas dari beberapa hal
yang mempengaruhi sehingga tidak dapat menyelesaikan sekolah, wajar saja terjadi karena anak dihadapkan oleh beberapa kendala, baik yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari luar diri anak yaitu lingkungan. Hal-hal yang mempengaruhi anak itu antara lain adalah latar belakang pendidikan orang tua, lemahnya ekonomi keluarga, kurangnya minat anak untuk sekolah, kondisi lingkungan tempat tinggal anak, serta pandangan masyarakat terhadap pendidikan.


Beberapa hal-hal yang mempengaruhi anak putus sekolah yaitu :

1. Latar belakang pendidikan orang tua

Pendidikan orang tua yang hanya tamat sekolah dasar apalagi tidak tamat sekolah dasar, hal ini sangat berpengaruh terhadap cara berpikir orang tua untuk menyekolahkan anaknya, dan terhadap cara berpikir orang tua untuk menyekolahkan anaknya, dan cara pandangan orang tua tentu tidak sejauh dan seluas orang tua yang berpendidikan lebih tinggi.

Orang tua yang hanya tamat sekolah dasar atau tidak tamat cenderung kepada hal-hal tradisional dan kurang menghargai arti pentingnya pendidikan. Mereka menyekolahkan anaknya hanya sebatas bisa membaca dan menulis saja, karena mereka beranggapan sekolahnya seseorang kepada jenjang yang lebih tinggi pada akhir tujuan adalah untuk menjadi pegawai negeri dan mereka beranggapan sekolah hanya membuang waktu, tenaga dan biaya, mereka juga beranggapan terhadap anak lebih baik ditujukan kepada hal-hal yang nyata yaitu membantu orang tua dalam berusaha itu lah manfaat yang nyata bagi mereka, lagi pula sekolah harus melalui seleksi dan ujian yang di tempuh dengan waktu yang panjang dan amat melelahkan. Walaupun ada orang tua yang pendidikannya tidak tamat Sekolah Dasar, namun anaknya bisa menjadi sarjana tetapi hal ini sangat jarang sekali.

Latar belakang pendidikan orang tua yang rendah merupakan suatu hal yang mempengaruhi anak sehingga menyebabkan anak menjadi putus sekolah dalam usia sekolah. Akan tetapi ada juga orang tua yang telah mengalami dan mengenyam pendidikan sampai ke tingkat lanjutan dan bahkan sampai perguruan tinggi tetapi anaknya masih saja putus sekolah, maka dalam hal ini kita perlu mengkaitkannya dengan minat anak itu sendiri untuk sekolah, dan mengenai minat ini akan dijelaskan pada uraian berikutnya.

2. Lemahnya Ekonomi Keluarga

Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan orang tua terpaksa bekerja keras mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga pendidikan anak kurang terperhatikan dengan baik dan bahkan membantu orang tua dalam mencukupi keperluan pokok untuk makan sehari-hari misalnya anak membantu orang tua ke sawah, karena di anggap meringankan beban orang tua anak di ajak ikut orang tua ke tempat kerja yang jauh dan meninggalkan sekolah dalam waktu yang cukup lama.

Dan apa lagi yang menjadi buruh tanpa tujuan untuk membantu pekerjaan orang tua, setelah merasa enaknya membelanjakan uang hasil usaha sendiri akhirnya anak tidak terasa sekolahnya ditinggalkan begitu saja, anak perempuan di suruh mengasuh adiknya di waktu ibu sibuk bekerja.

Hal-hal tersebut diatas sangat mempengaruhi anak dalam mencapai suksesnya bersekolah. Pendapat keluarga yang serba kekurangan juga menyebabkan kurangnya perhatian orang tua terhadap anak keran setiap harinya hanya memikirkan bagaimana caranya agar keperluan keluarga bisa terpenuhi, apalagi kalau harus meninggalkan keluarga untuk berusaha menempuh waktu berbulan-bulan bahkan kalau sampai tahunan, hal ini tentu pendidikan anak menjadi terabaikan.

Yang menyebabkan orang tua kurang pendapatan karena produksi hasil bumi menempati lahan yang kurang baik, karena kalau air sungai saatnya pasang maka lahan pertanian akan menjadi banjir dan menenggelamkan semua tanaman, hal ini kalau sering terjadi menyebabkan orang tua anak yang tinggal di desa menyebabkan akan sering menemui kegagalan mas panen. Sedangkan kalau musim kemarau lahan pertanian akan kekeringan sampai tanah menjadi pecah-pecah, hal ini menjadikan tanaman menjadi tidak berbuah maka para petani kembali menemui kegagalan dalam masa panen.

Di tambah dengan tidak pernah hadir dalam penyuluhan yang jarang di adakan sehingga mereka bercocok tanam hanya secara tradisional, tidak mengetahui akan manfaat pupuk serta kurang mengetahui alat-alat pertanian yang baik, hal ini juga menyebabkan sering gagalnya dalam pertanian. Kegagalan demi kegagalan akhirnya orang tua banyak yang beralih profesi dari bertani mencoba kepada pekerjaan lain yang mana para orang tua yang tinggal di desa yang serba minim memiliki keterampilan serta pengetahuan yang kurang luas tentang dunia usaha sehingga sering menemui kegagalan dalam berusaha.

Uraian diatas mempunyai kesamaan dengan pendapat seorang ahli Sosiologi H.Z.B Tafal dalam bukunya Membina Kaum Papa Pedesaan, mengemukakan sebagai berikut:

Petani kecil yang tinggal dan tidak beruntung yang biasanya terletak di pedesaan, lazimnya menghadapi masalah-masalah berikut; 1. Mereka menduduki lahan yang miskin di desanya, dan karena itu tidak dpat menerapkan cara-cara pelaksanaan yang di sarankan secara mapan, 2. hujan mungkin gagal terutamanya, atau terlambat, atau memadai semasa musim tanam, 3. lahan yang sering akan terkena banjir. 4. berada di daerah-daerah kering atau kondisi air yang tidak menentu.

Lemahnya ekonomi keluarga juga karena banyaknya jumlah anggota keluarga yang menyebabkan kepala keluarga menjadi sibuk untuk mencukupi keperluan keluarga dan juga menyebabkan kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya.

3. Kurangnya minat anak untuk bersekolah

Yang menyebabkan anak putus sekolah bukan hanya disebabkan oleh latar belakang pendidikan orang tua, juga lemahnya ekonomi keluarga tetapi juga datang dari dirinya sendiri yaitu kurangnya minat anak untuk bersekolah atau melanjutkan sekolah.

Anak usia wajib belajar semestinya menggebu-gebu ingin menuntut ilmu pengetahuan namun karena sudah terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik terhadap perkembangan pendidikan anak, sehingga minat anak untuk bersekolah kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya, adapun yang menyebabkan anak kurang berminat untuk bersekolah adalah: anak kurang mendapat perhatian dari orang tua terutama tentang pendidikannya, juga karena kurangnya orang-orang terpelajar sehingga yang mempengaruhi anak kebanyakan adalah orang yang tidak sekolah sehingga minat anak untuk sekolah sangat kurang.

Anak seusia wajib belajar sudah mengenal bahkan sudah mampu untuk mencari uang terutama untuk keperluannya sendiri seperti jajan dan lain-lain, hal ini tentu akan mempengaruhi terhadap cara dan sikap anak dalam bertindak dan berbuat. Karena sudah mencari uang sendiri dan merasakan enaknya membelanjakan uang akhirnya tanpa terasa sekolah ditinggalkan begitu saja.

Sekolah harus belajar dengan sungguh-sungguh dan anak berada di sekolah hampir setengah hari penuh tanpa sedikit pun menghasilkan uang dan bahkan harus mengeluarkan uang karena keperluan sekolah dan jajan secukupnya. Hal inilah yang menyebabkan mereka malas untuk bersekolah.

Selain itu tinggi rendahnya minat untuk meneruskan sekolahnya juga di pengaruhi oleh prestasi belajar anak itu sendiri. Anak yang berprestasi belajarnya rendah, tentu tidak naik kelas. Artinya di anak tetap tinggal di kelas, dengan harapan agar dia dapat meningkatkan prestasinya.

Anak didik yang gagal dalam belajar dan tidak naik kelas ada dua kemungkinan yang terjadi pada dirinya. Pertama dia akan merasa malu terhadap teman-teman dan guru di sekolah karena ia tidak bisa seperti teman-temannya, maka ia malas untuk pergi ke sekolah. Kedua yaitu kegagalan dalam belajar akan menjadi cambuk baginya untuk belajar lebih giat dan rajin agar dapat menandingi teman-temannya, dan kalau bisa lebih baik/tinggi dari teman-temannya semula.

Tetapi sangat disayangkan, kemungkinan yang kedua ini jarang terjadi pada diri anak didik. Yang sering terjadi adalah kemungkinan pertama, bila gagal dalam belajar maka anak akan malas pergi ke sekolah dan meninggalkan sekolahnya yang belum selesai.

4. Kondisi lingkungan tempat tinggal anak

Lingkungan tempat tinggal anak adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kegiatan dan proses belajar/pendidikan. Oleh sebab itu seyogyanya lingkungan tempat tinggal anak atau lingkungan masyarakat ini dapat berperan dan ikut serta di dalam membina kepribadian anak-anak kearah yang lebih positif.

Untuk membina anak kearah yang lebih positif dan bermanfaat adalah dengan adanya saling berhubungan satu dengan yang lainnya, sehingga anak timbul saling pengaruh dengan proses pendidikan akan berjalan dengan lancar dan baik.

Pengaruh-pengaruh yang negatif inilah yang harus kita hilangkan didalam masyarakat. Dengan begitu akan membantu sukses nya pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Jelasnya suasana lingkungan tempat tinggal atau lingkungan masyarakat, kawan sepergaulan, juga ikut serta memotivasi terlaksana kegiatan belajar bagi anak.


a. Suasana lingkungan, Suasana lingkungan sebenarnya sangat mempengaruhi proses belajar mengajar bagi anak. Lingkungan yang tentram, nyaman, damai akan mempunyai pengaruh yang baik kepada anak. Sebaliknya lingkungan yang ribut, tidak aman, hingar bingar akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap kelangsungan proses belajar anak di sekolah.
Adanya suasana lingkungan masyarakat yang kurang baik, akan mengganggu anak dalam belajar dan secara langsung akan mempengaruhi prestasi belajar yang diperoleh di sekolah. Bisa juga di sebabkan suasana yang ribut tepi menyenangkan hati anak, anak akan terpengaruh dan ikut serta di dalamnya dan ia lupa bahwa dirinya seorang pelajar. Seorang pelajar tidak pantas melakukan hal-hal yang negatif, karena kan merugikan. Tugas pelajar adalah belajar, agar suatu hari nanti menjadi orang yang bermanfaat bagi orang banyak.


b. Kawan sepergaulan, Kita sebagai manusia dan sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, karena kita membutuhkan manusia yang lain. Kebanyakan manusia bila mencari teman yang sebanding dengannya, maksudnya kalau anak berteman dengan anak orang tua dengan orang tua pula. Karena hal ini didasari oleh adanya persamaan-persamaan antara individu yang satu dengan individu yang lain.Bagaimanapun juga adanya pergaulan ini mempunyai pengaruh terhadap sikap, tingkah laku, dan cara bertindak dan lain sebagainya dari setiap individu. Dimana pengaruh tersebut ada yang bersifat positif dan ada pula yang bersifat negatif.

5. Pandangan Masyarakat Terhadap Pendidikan

Pandangan masyarakat terhadap pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak dalam menempuh pendidikan di bangku sekolah.

Pandangan masyarakat yang maju tentu berbeda dengan masyarakat yang keterbelakangan dan tradisional, masyarakat yang maju tentu pendidikan mereka maju pula, demikian pula anak-anak mereka akan menjadi bertambah maju pula pendidikannya dibanding dengan orang tua mereka.

Maju mundurnya suatu masyarakat, bangsa dan negara juga ditentukan dengan maju mundurnya pendidikan yang dilaksanakan.

Pada umumnya masyarakat yang terbelakang atau dengan kata lain masyarakat tradisional mereka kurang memahami arti pentingnya pendidikan, sehingga kebanyakan anak-nakan mereka tidak sekolah dan kalau sekolah kebanyakan putus di tengah jalan.

Hal tersebut bisa terjadi karena mereka beranggapan sekolah sangat sulit, merasa tidak mampu, mempengaruhi, buang waktu banyak, lebih baik bekerja sejak anak-anak ajakan membantu orang tua, tujuan sekolah sekedar bisa membaca dan menulis, juga karena anggapan mereka tujuan akhir dari sekolah adalah untuk menjadi pegawai negeri, hal ini tentu karena kurang memahami arti, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional.

Padahal fungsi pendidikan nasional bukan demikian, hal ini sebagaimana tergambar dan undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989, pasal 3. “pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan upaya tujuan nasional.”

Demikian juga tujuan pendidikan nasional bukan seperti anggapan masyarakat tradisional, yang mana tujuan pendidikan nasional sebagaimanan juga yang termuat dalam undang-undang RI nomor 20 tahun 2003, pasal 4. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk terbentuknya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.


Masyarakat yang tradisional kalau mereka memahami fungsi dan tujuan pendidikan nasional pada akhirnya akan menjadi masyarakat yang maju dan berkembang. Masyarakat yang terpencil atau masyarakat yang tradisional juga beranggapan bahwa sekolah itu pada dasarnya sedikit sekali yang sesuai dengan kehendak mereka, misalnya begitu tamat sekolah langsung mendapatkan pekerjaan, sekolah hendaknya tidak memerlukan biaya yang banyak, dan tidak memerlukan waktu yang terlalu lama.

SHARE :
CB Blogger

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 SKB Bireuen. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Ijalnewbie and Zarqive Studio-Design